Kemenkes dan Roche Perkuat Sistem Pembiayaan Kesehatan melalui Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan
SEPUTAR CIBUBUR – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), melalui Pusat Pembiayaan Kesehatan, pada tanggal 13 November 2025 mengambil langkah lebih lanjut untuk memperkuat sistem pembiayaan kesehatan nasional dengan menandatangani kemitraan strategis dengan Roche Indonesia, salah satu perusahaan pionir farmasi dan diagnostik global yang dikenal dengan inovasinya di bidang onkologi dan oftalmologi.
Perjanjian ini berfokus pada Pengembangan Model Inovasi Pembiayaan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional, sebuah sistem yang dirancang untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemitraan pemerintah dan swasta ini bertujuan memastikan layanan yang lebih efisien dan berkelanjutan, sebagai langkah penting untuk membangun ekosistem pembiayaan kesehatan yang kolaboratif di Indonesia.
Berdasarkan Laporan Kinerja Kemenkes 2024, belanja kesehatan di Indonesia mencapai Rp614,5 triliun pada 2023, tumbuh sebesar 8,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, skema pembayaran pribadi atau out-of-pocket mendominasi sebesar 28% atau sekitar Rp175,5 triliun.1 Kemudian, yang kedua terbesar adalah BPJS Kesehatan sebesar 27,1%, dengan belanja kesehatan sebesar Rp166,4 triliun, sementara asuransi swasta mencapai Rp30 triliun.2 Data ini menunjukkan bahwa beban pembiayaan kesehatan masyarakat masih tinggi, sehingga perlu diperkuat sistem pembiayaan yang lebih inklusif.
"Kerja Sama Pengembangan Inovasi Sistem Pembiayaan Kesehatan Nasional" ini ditandatangani dalam Forum Publik "Quo Vadis Koordinasi Manfaat di Indonesia", yang diadakan di Leimena Ballroom, Kemenkes, Jakarta.
Acara ini mempertemukan para pemangku kepentingan utama, termasuk regulator, perwakilan industri asuransi, dan penyedia layanan kesehatan. Forum membahas tantangan dan peluang kemitraan antara penyelenggara jaminan dan penyedia layanan kesehatan, sebagai sebuah mekanisme penting untuk menyelaraskan program JKN dengan peran pelengkap dari asuransi kesehatan swasta.
Perjanjian kemitraan ini ditandatangani oleh Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan, Ahmad Irsan A Moeis; Presiden Direktur Roche Indonesia, Sanaa Sayagh; dan Direktur Roche Indonesia Divisi Diagnostik, Lee Poh Seng. Penandatanganan disaksikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. Kolaborasi untuk Pembiayaan Kesehatan Berkelanjutan.
Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menekankan pentingnya kolaborasi. "Pilar pembiayaan kesehatan yang adil, efektif, efisien, dan berkelanjutan adalah adalah salah satu agenda transformasi kesehatan kita. Pemerintah tidak dapat membangun sistem ini sendirian. Kemitraan pemerintah-swasta dibutuhkan untuk memperkuat sistem kesehatan kita untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," kata Budi.
Budi menambahkan, "Target kami adalah meningkatkan porsi belanja kesehatan agar 90% ditanggung oleh asuransi. Ini penting, karena asuransi adalah satu-satunya instrumen yang dapat ‘spread the risk’ lintas populasi dan lintas waktu, sehingga meminimalisir risiko kesulitan finansial (financial hardship) yang dihadapi masyarakat."
Turut menyaksikan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan dukungan dari sisi regulator. "OJK memandang peran asuransi swasta sebagai komplementer yang sangat penting. Untuk itu, kami sedang menyiapkan Peraturan OJK (POJK) baru untuk penguatan ekosistem asuransi kesehatan," ujar Mahendra.
Mahendra menambahkan, "Tujuan regulasi ini adalah untuk memperkuat tata kelola dan prinsip kehati-hatian, memperjelas mekanisme Koordinasi Manfaat (CoB) antara penyelenggara publik dan swasta, serta mendorong inovasi produk. Tujuan akhirnya adalah menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang efisien, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan."
Mewakili sektor swasta, Roche Indonesia, menggarisbawahi komitmen jangka panjang perusahaan. "Kami merasa terhormat dapat menjadi mitra tepercaya Kementerian Kesehatan dalam inisiatif penting ini. Kami berdedikasi untuk mendukung visi pemerintah demi sistem pembiayaan kesehatan nasional yang lebih kuat,” kata Sanaa Sayagh, Presiden Direktur Roche Indonesia.
“Perjanjian mengenai inovasi CoB ini merupakan langkah nyata untuk memastikan pasien di Indonesia mendapatkan akses yang lancar dan berkelanjutan terhadap layanan kesehatan yang mereka butuhkan. Melalui kolaborasi ini, kami berkomitmen untuk turut menciptakan solusi yang memperkuat seluruh ekosistem kesehatan."
Melengkapi pandangan tersebut, Lee Poh Seng, Direktur Roche Indonesia Divisi Diagnostik, menyoroti peran diagnostik dalam efisiensi pembiayaan. "Sebagai mitra tepercaya dalam transformasi kesehatan, kami memandang diagnostik sebagai pondasi sistem yang efektif. Deteksi dini adalah kunci untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik, sekaligus menekan beban anggaran jangka panjang," ujar Lee Poh Seng.
"Dalam konteks CoB, diagnosis yang akurat mengubah perawatan reaktif menjadi pencegahan proaktif, sehingga mengurangi biaya tak perlu bagi BPJS maupun asuransi swasta. Kami mengapresiasi inisiatif CoB ini sebagai kemitraan cerdas antara pemerintah dan pihak swasta untuk memberikan akses kesehatan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia."
Meningkatkan Koordinasi Antara Asuransi Sosial dan Swasta
Kemitraan ini merupakan salah satu keluaran utama dari forum publik tersebut, yang bertujuan mengumpulkan rekomendasi kebijakan dan meningkatkan komitmen bersama antara pemerintah dan swasta untuk memperkuat pembiayaan kesehatan nasional.
Salah satu area yang menjadi fokus dalam kemitraan ini adalah penerapan CoB, sebuah mekanisme dalam sistem pembiayaan kesehatan yang digunakan ketika seorang pasien memiliki lebih dari satu polis asuransi kesehatan. Melalui CoB, setiap perusahaan asuransi memiliki tanggung jawab pembayaran yang ditetapkan secara jelas, (CMS.gov, 2024; MetLife, 2024), di mana satu polis ditetapkan sebagai pembayar utama (primary payer) dan yang lainnya sebagai pembayar kedua (secondary payer). Sistem ini memastikan pembayaran klaim tidak melebihi 100% dari tagihan medis, sekaligus mencegah duplikasi klaim dan kelebihan pembayaran (CareCloud, 2024).
Di Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan regulasi turunannya telah mengatur koridor pengelolaan pertanggungan antara asuransi kesehatan nasional wajib (JKN), yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) swasta.
Peluang utamanya terletak pada perluasan pilihan pertanggungan bagi masyarakat dan menciptakan pasar untuk produk-produk asuransi yang inovatif (Kementerian Kesehatan RI, 2024). Namun, tantangan masih ada dalam memastikan keaktifan serta cakupan kepesertaan, menyelaraskan sistem pembayaran, memperkuat koordinasi antar pembayar, dan pencegahan kasus pertanggungan ganda. (*
Komentar
Posting Komentar